Tumbuhkembang sastra pertunjukan tradisional memang terkesan lambat berjalan. Beberapa diantaranya mampu bertahan hingga merangkul pada generasi muda seperti Lenong (Jakarta), Ludruk (Jawa Timur), Gelipang(Probolinggo), Wayang Kulit(Jawa Tengah), dan sebagainya. Para penikmat dan peminat dari pertunjukan ini masih tergolong cukup banyak.
instrumentersebut agar lebih mudah diterima masyarakat milenial zaman sekarang. Iringan musik yang dihadirkan dalam pertunjukan wayang pulau terbilang tidak lazim karena memasukkan unsur tradisi dan modern. Musik tradisi dihadirkan untuk memunculkan identitas dari setiap pulaupulau Indonesia, seperti wayang dengan bentuk pulau
hinggasekarang, walaupun sulit mendapatkannya untuk kelengkapan hiasan kepala yang berupa bulu burung itu harus diperoleh dari Eropa atau Amerika. Akibat pengaruh perkembangan politik, ekonomi dan sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta, maka hanya beberapa studio tari gaya Yogyakarta yang mampu bertahan hingga sekarang.
Jadikita sebagai anak muda harus mengembangkan terus menerus Seni Musik Tradisional kita , agar mampu bertahan sampai selamanya, jangan dikarenakaan kita dilanda oleh perkembangan zaman sekarang, sehingga Seni Musik Tradisional kita tidak bisa bertahan. Nama : Indra Yostra Surbakti ( 190707064) Mohon tunggu Lihat Music Selengkapnya.
Namun karena krisis ekonomi saat pemerintahan raja Mangkunegara ke VI, semua pemain wayang terpaksa dipensiunkan. Sejak saat itulah, para pemain wayang membentuk kelompok dan melakukan pementasan dari kampung ke kampung. Hingga, seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang bernama Gan Kam, melihat fenomena ini sebagai peluang bisnis.
dxXCt. › Kendati telah berusia ribuan tahun, wayang masih bertransformasi mengikuti dinamika zaman. Itu sebabnya wayang dapat terus relevan dengan kehidupan masa kini. Kompas/Hendra A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan KOMPAS — Anggapan bahwa wayang adalah kebudayaan yang kuno dan kaku tidak tepat. Menurut catatan sejarah, wayang bertransformasi mengikuti dinamika zaman, baik dari segi bahasa lisan maupun media mendalang. Wayang diyakini tetap bisa relevan dengan konteks kehidupan ini mengemuka pada acara bincang wayang berjudul ”Pesona Indonesia” yang disiarkan Radio Sonora, Jumat 26/11/2021. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian pameran Wayang Rupa Kita yang digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Kurator wayang di pameran tersebut sekaligus dalang, Nanang Hape, mengatakan, anak muda kerap dihakimi sebagai generasi yang berjarak dengan wayang dan tradisi. Padahal, jarak itu ada karena anak muda kerap terkendala bahasa pedalangan, bukan karena tidak tertarik pada wayang.”Mereka tidak dekat dengan wayang karena tidak paham dengan bahasanya, tidak punya cukup waktu untuk menonton pertunjukan wayang semalam suntuk, dan sebagainya,” kata GANDHAWANGI Nanang Hape, kurator wayang di pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Selasa 23/11/2021.Itu sebabnya, ia berupaya membuat pertunjukan wayang dengan sejumlah penyesuaian, baik dari segi bahasa, durasi, maupun ritme. Ia juga membuat siniar podcast di Spotify untuk menyampaikan dongeng wayang. Setidaknya ada 15 judul siniar berdurasi 2-10 menit yang telah diunggah. Siniarnya bertajuk ”Dongeng Wayang”.Baca juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanTransformasi wayang juga terjadi beberapa abad silam. Nanang mengisahkan, pada masa kerajaan Kediri, wayang masih menggunakan bahasa Jawa Kuna. Bahasanya berubah menjadi bahasa Jawa baru sekitar masa Kerajaan Demak, setelah Majapahit itu menunjukkan fleksibilitas wayang dalam menghadapi perkembangan zaman. Fleksibilitas itu juga membuat wayang dapat bertahan sejak keberadaannya tercatat di abad ke-4 hingga kini di abad ke-21.”Wayang berkembang dan beradaptasi pada setiap zaman. Yang berubah biasanya adalah media ungkapnya. Sementara teks-teks rujukannya masih bertahan hingga sekarang,” ucap GANDHAWANGI Bayangan sejumlah wayang pada pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Kamis 18/11/2021. Pameran ini dibuka untuk umum pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Ada lebih dari 120 wayang yang ditampilkan dalam 17 adegan teknologi menjadi tantangan sekaligus peluang. Kisah wayang dapat disampaikan ke publik dengan berbagai cara dan format, tidak melulu dengan pertunjukan semalam suntuk. Wayang dapat disampaikan pula dalam bentuk novel, cerpen, lukisan, tarian, dan juga bisa dikembangkan menjadi animasi atau film. Kuncinya, pegiat pewayangan perlu belajar keterampilan-keterampilan baru yang menunjang hal juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanSaat dihubungi terpisah, budayawan Sudarko Prawiroyudo mengatakan, pergelaran wayang mesti disesuaikan dengan kondisi masa kini. Format pergelaran wayang semalam suntuk dapat disingkat. Bahasa pedalangan pun dapat diubah menjadi bahasa Indonesia.”Kalau menggunakan format masa dulu, ya, tidak cocok karena semua hal berubah. Ceritanya pun dapat diubah sedemikian rupa sehingga kekininan,” kata Sudarko. ”Sebagai contoh, saya pernah membuat pergelaran wayang dengan gamelan, terompet, dan lampu. Itu menyenangkan buat ditonton. Pergelaran itu saya buat bersama Ki Manteb Soedarsono pada 1986,” RUKMORINII Bambang Eka Prasetya membawa wayang rusa, figur rusa Sarabha dari cerita relief candi yang baru saja dikisahkannya kepada para siswa TK dan SD Kanisius di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat 19/11/2021.”Wayang Rupa Kita”Adapun publik dapat mengenal wayang melalui pameran ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya Jakarta. Sedikitnya ada 120 wayang yang ditampilkan. Wayang-wayang itu terbagi dalam 17 tersebut terbuka untuk umum. Publik dapat mengakses pameran ini secara daring di kanal Youtube Bentara Budaya Jakarta. Pameran ini juga dapat dikunjungi secara langsung setiap hari, kecuali Minggu, pada pukul Namun, pengunjung harus melakukan registrasi di laman Bentara Budaya Jakarta terlebih A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan Bentara Budaya Paulina Dinartisti mengatakan, seni tradisi termasuk wayang kerap dianggap tua oleh generasi muda. Mempresentasikan wayang dalam bentuk digital pun diupayakan untuk mengikis jarak generasi tersebut.”Kami berharap seni tradisi dapat terus melembaga dan direspons masyarakat luas, khususnya generasi muda. Sebab, siapa lagi yang akan meneruskan tampuk seni tradisi jika bukan generasi muda?” ucap juga Keteladanan Wayang untuk Membangun Karakter Bangsa EditorAloysius Budi Kurniawan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan wayang kulit terancam punah akhir-akhir ini muncul melalui media massa. Dunia seni wayang kulit Indonesia kini menghadapi problem yang serius. Bukan terkait jumlah dalang, tapi jumlah penonton kian lama kian menyusut. kalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit Suparmin Sunjoyo, 2012. Kami sangat prihatin akan kondisi ini, wayang yang merupakan warisan budaya dari nenek moyang kita, yang seharusnya kita jaga dan lestarikan malah ditinggalkan. Oleh karena itu kami mengangkat tema Perkembangan Wayang hingga Saat IniBerdasarkan sejarah, wayang sudah ada sejak Jawa Kuno sebelum agama Hindu masuk. Diperkirakan pertunjukan wayang pada awalnya sebagai pemujaan roh leluhur. Menurut Hazeu, masyarakat Jawa Kuno sering menghormati arwah nenek moyang dengan membuat gambar yang menyerupai bayangan nenek moyang. Gambar "dijatuhkan" pada kelir yang dilakukan oleh seorang shaman atau disebut dalang pada jaman sekarang Soetarno dan Sarwanto, 2010 5-7. Kesenian wayang sudah ada sekitar 1500 SM, pada perkembangan berikutnya masuklah kisah Mahabarata dan Ramayana dari pengaruh Hindu. Lambat laun mengalami asimilasi yang sempurna sehingga membentuk kultur baru sebagai Mahabarata Jawa, yang sekarang dikenal dengan sebutan wayang kulit purwa Wahyudi dalam Haryono, 2009 53. Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis-jenis wayang itu tetap menggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Jika pada masa klasik wayang hanya terdapat beberapa varian, pada masa modern ini berkembang menjadi bermacam-macam varian. Yang isinya pun tidak hanya berupa nilai-nilai kerohanian, namun berkembang mengikuti perkembangan perkembangan pewayangan periode modern, bermunculan wayang-wayang jenis baru seperti wayang suluh, wayang wahyu, wayang gedog, dan wayang kancil. Bermunculannya wayang-wayang jenis baru ini membawa suatu iklim baru di dalam dunia pewayangan. Seni pertunjukan wayang yang tadinya hanya dalam lingkup cerita Mahabrata dan Ramayana, menjadi semakin bervariasi. Contohnya adalah Wayang Suluh dan Wayang Pancasila yang menceritakan sejarah perjuangan bangsa. Yang menampilkan para pahlawan nasional sebagai lakon dalam pertunjukan wayang tersebut Shodiq Rifai, 2016 Deskripsi WayangWayang adalah suatu bentuk pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalangdengan menggunakan boneka atau sejenisnya sebagai alat pertunjukan. Wayang adalah seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. Pengertian Wayang adalah seni pertunjukan berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain. Ada pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar kesenian, namun juga mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 hingga sekarang, wayang telah menjadi pokok bahasan dan dideskripsikan oleh para filosofis, pengertian wayang adalah bayangan, gambaran atau lukisan mengenai kehidupan alam semesta. Di dalam wayang digambarkan bukan hanya mengenai manusia, tetapi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan manusia lain, alam, dan Tuhan. Wayang merupakan warisan budaya nusantara sekaligus warisan budaya dunia atas pengakuan UNESCO yang menetapkan wayang sebagai world herritage pada 7 Nopember 2003. Namun demikian, pengakuan tersebut belum direspon oleh negara dalam mengembangkan dan melestarikan wayang sebagai budaya tradisi. Alhasil, wayang semakin ditinggalkan generasi muda yang lebih gandrung dengan budaya pemerhati kebudayaan menyimpulkan bahwa negara telah melakukan pembiaran terhadap budaya lokal. Penetrasi budaya massa dari luar yang ditopang kekuatan kapital menjadikan budaya lokal kian terpinggirkan. Beliau juga mengatakan bahwa kondisi negara untuk kebudayaan seperti pertunjukan wayang sangat memperhatinkan dan negara juga tidak melakukan proteksi yang jelas tentang pertunjukan wayang tersebut. Seni tradisi budaya lokal seperti wayang menghadapi kondisi yang memprihatinkan dari sisi pendanaan. Seniman wayang diharuskan berjuang sendiri untuk menghidupi kesenian lokal yang telah mengakar di masyarakat ini. Kendati berbagai inovasi wayang dilakukan oleh para seniman dengan munculnya wayang super, wayang kampung sebelah, wayang OHP, wayang layar lebar namun hasil kreativitas tersebut tidak mampu menarik generasi muda terhadap wayang. Selain minimnya dukungan dari negara, beliau juga menilai kreasi dan inovasi wayang untuk mendekatkan wayang ke publik lewat kreator wayang juga masih sangat rendah. Oleh karena itu, inovasi dan kreasi wayang sangat dibutuhkan agar wayang tidak ditinggal penonton serta perlu adanya regenerasi penonton wayang. Beliau pun menegaskan jika tidak maka wayang kehilangan stakeholder Trenggono, 2013 Tantangan Pertunjukan Wayang yang Harus dihadapi Saat Ini1. Jenjang karir dalangKalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit Suparmin Sunjoyo, 2012. Melihat fenomena tersebut disebutkan bahwa tersedianya sekolah dalang dan jumlah dalang hampir 2000-an, namun tetap saja sepi pengunjung. Penulis menilai jenjang karir dalang memang bukan masalah yang paling utama dalam terancamnya wayang kulit untuk punah, namun harus menjadi perhatian agar kedepan profesi dalang merupakan profesi yang mampu mengangkat citra bahwa dalang juga sebagai profesi yang menjanjikan. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
pertunjukan wayang tersebut mampu bertahan sampai sekarang karena